Hadits 8 Tata Cara Berudlu Rasulullah salallahu’alaihi wa sallam
عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ
بْنِ عَفَّانَ رضي اللهُ عنهما : أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ ,
فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إنَائِهِ , فَغَسَلَهُمَا ثَلاثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ
أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ , ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ
، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاثاً , وَيَدَيْهِ إلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلاثًا ,
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ , ثُمَّ غَسَلَ كِلْتَا رِجْلَيْهِ ثَلاثًا , ثُمَّ قَالَ
: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ،
وَقَالَ : مَنْ تَوَضّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا , ثُم صَلَّى رَكْعَتَيْنِ , لا
يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Humran maula (bekas budak) Utsman bin Affan ra.
Bahwasanya Utsman meminta diambilkan air wudhu kemudian dia menuangkan air dari
bejana ke atas kedua telapak tangannya lalu membasuh keduanya tiga kali.
Kemudian dia memasukkan tangan kanannya ke air wudlu lalu berkumur-kumur dan
beristinsaq (menghirup air ke hidung) serta ber-istintsar (mengeluarkan air
yang dihirup ke hidung). Kemudian dia membasuh wajahnya tiga kali. Kemudian dia
membasuh kedua tangannya hingga siku tiga kali. Kemudian dia mengusap
kepalanya. Kemudian dia membasuh kedua kakinya hingga mata kaki tiga kali.
Kemudian Utsman berkata: Aku melihat Rasulullah saw dulu berwudhu seperti
wudluku tadi. Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang berwudhu
seperti wudhuku ini kemudian sholat dua raka’at dalam keadaan tidak terlintas
pikiran apapun (dalam urusan keduniaan) di dalam benaknya niscaya dosa-dosanya
yang telah berlalu akan diampuni.”
Takhrij:
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam kitab
Shahihnya, pada Kitab al-Wudlu, bab al-Wudlu’u tsalatsan tsalatsan (159)
Adapun di dalam Shahih Muslim disebutkan pada
Kitab ath-Thaharah, Bab Shifatil wudlu’i wa Kamalihi (423)[1]
Rawi Hadits:
Di dalam hadits ini disebutkan bahwa yang meriwayatkan
Hadits adalah Humran, dia mendapatkan riwayat dari Utsman bin Affan;
Humran Ibnu Aban, Madaniy, Qurasyi. Dia seorang
tabi’in yang pernah bertemu dengan Abu Bakar dan juga Umar, tetapi hanya
meriwayatkan hadits dari Utsman dan Mu’awiyah. Adapun rawi yang mengambil
hadits darinya di antaranya adalah Urwah. Bukhari dan Muslim menganggap orang
ini layak untuk dipegangi haditsnya. Meninggal tahun 75 H.
Sedangkan Utsman bin Affan, bin al-Ash bin Umayyah bin
Abdi Syams bin Abdi Manaf. Beliau adalah khalifah yang ketiga, setelah Umar bin
Khaththab.
Penjelasan Makna secara Global
Hadis ini menyebutkan cara wudlu
Rasulullah secara menyeluruh. Utsman menyampaikan dan mengajarkan cara wudlu
rasulullah dengan metode yang sangat baik. ‘Utsman memeragakan tata cara wudhu
Nabi secara lengkap dan sempurna dengan
maksud agar dapat lebih dipahami dan lebih tergambar di benak. Beliau langsung mempraktekkan, tidak
sekedar menceritakan, agar lebih mudah difahami dan dimengerti oleh yang
diajarinya.
Utsman meminta air wudlu, lalu dituangkan
ke telapak tangan untuk mencucinya, tiga kali, lalu berkumur sekaligus
menghirup air ke hidung tiga kali, membasuh muka tiga kali, membasuh tangan
hingga siku tiga kali, mengusap kepala sekali, membasuh kaki tiga kali. Setelah
itu beliau memberitahukan bahwa cara ini adalah seperti yamg diajarkan oleh
Rasulullah saw.
Setelah selesai wudlu Utsman
mengajarkan shalat dua rekaat, dengan perhatian penuh. Keutamaan shalat itu,
adalah mendapatkan ampunan atas dosa-dosa yang lalu.[2]
Ikhtilaf;
Terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama’
dalam;
1- Hukum berkumur, dan menghirup air ke hidung. Imam
Abu hanifah, Malik, dan asy-Syafi’i mengatakan sunnah, tidak wajib. Tetapi Imam
Ahmad bin Hanbal menyatakan wajib. Kelompo ulama’ yang pertama mendasarkan
pendapatnya dengan hadis nabi, 10 sunnah-para rasul; di antaranya adalah
menghirup air ke hidung ini. Tetapi Imam Ahmad berpendapat dengan keumuman
makna ayat..
فاغْسِلُوا وجُوهَكُم
“Maka basuhlah wajah kalian.”
Hidung dan mulut adalah bagian dari wajah, yang wajib
dicuci. Selain itu banyak juga hadis yang memerintahkan untuk berkumur dan
menghirup air ke hidung. Ini semua menunjukkan kewajibannya.
Adapun terhadap argumen kelompok yang tidak
mewajibkan, yakni hadis tentang sunnah para rasul, mereka mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan sunnah di dalam hadis itu adalah cara, bukan hukum. Hal ini dikuatkan
adanya hadits, ’Isyru minal fithrah’
2- Ulama’ sepakat wajibnya mengusap kepala. Mereka
juga sepakat tentang disyari’atkan mengusap seluruh kepala. Tetapi terjadi
perbedaan pendapat, apakah mengusap sebagian kepala sudah cukup atau belum. Dan
juga terjadi perbedaan pendapat tentang ukuran mengusap kepala.
Imam hanafi (Abu Hanifah) dan asy-Syafi’i sepakat
sahnya mengusap sebagian kepala, meskipun seberapa ukurannya mereka berbeda.
Sementara Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal, mengatakan wajibnya mengusap seluruh
kepala.
Argumen
pendapat pertama, bahwa huruf ba’ di dalam firman Allah
وَامْسَحُوا
بِرُؤوسِكم
“Dan usaplah kepala kalian”
Huruf ba’ itu diangap berfungsi untuk menunjukkan
sebagian (lit-Tab’idl). Selain itu juga ada hadis dari nabi saw
أنه صلى الله عليه وسلم تَوَضَأ
فَمَسَحَ بِنَاصيَتهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ
“Bahwasannya beliau saw berwudlu lalu mengusap ubun-ubunnya dan mengusap atas sorbannya”
“Bahwasannya beliau saw berwudlu lalu mengusap ubun-ubunnya dan mengusap atas sorbannya”
Adapun Imam Ahmad beralasan dengan praktek yang
ditunjukkan oleh Rasulullah dan para shahabat, bahwa mereka mengusap seluruh
kepala. Di antara hadis itu adalah hadis ini.
Kelompok ini menolak pendapat pertama dengan
mengatakan bahwa huruf ba’ tidak berfungsi untuk menunjukkan sebagian. Ba’ di
dalam ayat ini berfungsi untuk melekatkan (lil-ilshaq).Wallahu a’lam. (taisirul
‘alam syarh umdatul ahkam)[3]
Pelajaran dari Hadits
1- Dalam
mengajarkan ilmu, hendaklah memilih metode yang paling mudah difahami oleh
orang yang diajari.
2- Melakukan
ibadah ikhlas karena Allah, dan juga dengan tujuan untuk mengajarkan kepada
orang lain, tidak merusak keikhlasan dan tidak mengurangi pahala.
3- Boleh meminta
bantuan untuk mengambilkan air wudlu.
4- Disyari’atkannya
membasuh tangan tiga kali, sebelum memasukkan tangan ke dalam bejana. Mencuci kedua
telapak tangan ini hukumnya sunnah menurut kesepakatan ulama sebagaimana
disebutkan al-Imam an-Nawawi .[4]
Walaupun Nabi n terus-menerus melakukannya, hukumnya tidaklah menjadi wajib,
karena dalam ayat wudhu (surat al-Ma’idah ayat 6), tidak disebutkan mencuci
kedua telapak tangan. (asy-Syarhul Mumti’, 1/137)
5- Menciduk air
dari tempatnya dengan tangan kanan.
6-
Disyari’atkannya berkumur, menghirup air dan mengeluarkannya kembali dengan
sekali mengambil air. (Ikhtilaf) Disunnahkan untuk bersungguh-sungguh dalam
ber-istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung) kecuali bila sedang puasa.[5]
Nabi salallahu’alaihi wa sallam bersabda:
وَبَالِغْ فِي الْاِسْتِنْشَاقِ
إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah engkau dalam beristinsyaq
kecuali bila engkau sedang puasa.” [6]
Madhmadhah adalah memasukkan air ke dalam mulut,
kemudian berkumur-kumur dengannya, lalu disemburkan keluar.[7]
Istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung dengan
menghirupnya sampai jauh ke dalam hidung.[8]
istintsar adalah mengeluarkan air dari hidung setelah
istinsyaq.[9]
7- Membasuh muka
tiga kali, batasannya, dari tempat tumbuh rambut hingga
dagu, dan dari telinga hingga telinga.
8- Membasuh tangan
hingga siku tiga kali. Siku termasuk ke dalam bagian yang harus dibasuh,
sebagaimana kesepakatan para ulama’.
9- Mengusap kepala cukup sekali; caranya mengusapkan kedua telapak tangan dari kepala bagian muka ke kepala bagian belakang.
Hadis lain:
وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً وَاحِدَةً
“Dan beliau mengusap kepalanya
sekali.”[10]
10- Sunnah mengusap seluruh kepala
11- Disyari’atkannya shalat sunnah setelah
wudlu.
12- Kesempurnaan shalat adalah perhatian
penuh kepada shalat.
13- Keutamaan wudlu yang sempurna dan
shalat sunnah wudlu; diampuni dosa yang telah lalu. Adapun dosa yang diampuni
dalah dosa-dosa kecil, bukan dosa besar karena dosa besar membutuhkan taubat
tersendiri. Kesimpulan ini berdasarkan kepada pemahaman terhadap sabda
Rasulullah
إِنَّ
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ وَالْجُمُعَةَ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانَ إِلَى
رَمَضَانَ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبْتَ الْكَبَائِر
"Sesungguhnya shalat lima waktu, dan jum’at hingga jum’at dan ramadlan hingga Ramadlan adalah penutup dosa di antaranya, apabila keu menjauhi dosa besar" [11]
[1] Syaikh Abdul Ghani Al Miqdisi, Umdatul Ahkam, Hal
19, edisi Indonesia, Media Hidayah, cetakan 10, 2005.